Survey Budaya Keselamatan Pasien TW III 2023
Dari data survey budaya keselamatan pasien diatas dapat di lihat bahwa budaya keselamatan pasien di RSU Dharma Yadnya sebagai berikut :
a. Frekuensi Pelaporan
Hal penting untuk membangun sistem keselamatan pasien adalah apakah staf klinis akan melaporkan kejadian?.Beberapa persepsi keliru dapat ditemukan dalam pelaporan insiden keselamatan pasein diantaranya jika kesalahan dapat diperbaiki maka ini merupakan bukan kesalahan, jika bukan kita yang menyebabkannya maka itu bukan kesalahan. Selain dari persepsi – persepsi tersebut, penghambat pelaporan kejadian antara lain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang apa dan melapor kejadian, Sikap skeptic jika melapor tidak akan membuat perubahan, keinginan untuk melupakn kejadian, ketakutan atas hukuman atau balas dendam, tekanan akibat waktu yang terbatas, serta kurangnya focus terhadap kejadian. Namun di RSU Dharma Yadnya, hasil frekuensi pelaporan dari survey budaya keselamatan pasien didapatkan hasil baik sebanyak 58%, cukup 26.5 % dan kurang 18%. Hal ini akan dilakukan tindak lanjut memotivasi staf agar lebih sering melaporkan insiden-insiden yang terjadi.
b. Persepsi Sraf
Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, wawasan, dan pengetahuan. Faktor yang memengaruhi hal tersebut dapat berasal dari pihak yang membentuk persepsi, dalam obyek atau target yang dipersepsikan atau dalam kontek situasi dimana persepsi tersebut dibuat. Hasil survey persepsi staf dalam survey budaya keselamatan pasien didapatkan hasil baik 87.2% dan cukup 12%.
c. Supervisi
Supervisi merupakan suatu pemberian sumber-sumber penting kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugas agar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dalam melakukan supervisi perlu diperhatikan dan dilakukan secara baik karena dapat memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hasil supervise pada survey budaya keselamatan pasien adalah baik sebanayak 13.7% dan cukup 86.3%
d. Pembelajaran Organisasi
Pembelajaran organisasi atau perbaikan yang berkelanjutan dilakukan tim inti untuk menentukan strategi pembudayaan nilai-nilai keselamatan pasien. Dalam hal ini tim kerja melakukan kegiatan-kegiatan dalam menganalisis dan mencari sumber akar masalah dari setiap insiden keselamatan pasien. Hasil pembelajaran organisasi yang didapatkan dari survey budaya keselamatan pasien tahun 2023 adalah 100 % baik.
e. Kerja Tim Unit dan antar unit
Kerjasama Tim/Team Work didifinisikan sebagai sekumpulan individu dengan keahlian spesifik yang berkekerjasama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama (Illyas, 2003 dalam Rosyada,2014). Thomsom (2000) dalam Beginta (2012), mendifinisikan tim sebagai sekelompok orang yang saling terkait terhadap informasi, sumberdaya, keterampilan dan berusaha untuk mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut disampaikan bahwa terdapat lima karakteristik dalam suatu tim kerja, yaitu: 1). Tim dibentuk karena adanya kesamaan tujuan, 2). Terdapat keterkaitan dalam suatu tim yang mana tim kerja tidak akan mencapai sasaran jika hanya dilakukan oleh sebagian anggota tim saja, 3). Terdapat keterikatan dan stabilitas dalam tim yang mana tim memiliki keanggotaan yang dapat membedakannya dengan yang bukan anggota, 4). Anggota tim memiliki otoritas mengatur kerja tim dan proses internal, dan 5). Tim berfungsi dengan karakteristik sistem yang lebih besar dan seringkali membutuhkan sumber daya.
Hasil kerja tim unit dan antar unit berdasarkan survey budaya keselamatan pasien adalah 100% baik.
f. Keterbukaan Komunikasi
Komunikasi terbuka dapat diterapkan dalam serah terima, briefing maupun ronde keperawatan. Perawat dapat menggunakan komunikasi terbuka saat serah terima untuk mengkonunikasikan risiko insiden yang terjadi pada pasien. Briefing digunakan untuk berbagi informasi terkait isu-isu yang berkembang terkait pelayanan dan keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam kegiatan sehari- hari. Ronde keperawatan dapat dilakukan setiap minggu dan difokuskan pada keselamatan pasien (Rosyada, 2014).
Komunikasi yang baik antar petugas medis dengan pasien akan memberikan dampak yang positif terhadap mutu pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit serta dimungkinkan menurunkan kesalahpahaman apabila terjadi kecelakaan, kelalaian dan ataupun malpraktik. Pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pelayanan perawatan yang sesuai dengan standar memiliki dampak yang lebih besar (Mudayana, 2014). Hasil survey keterbukaan komunikasi pada survey budaya keselamatan pasien tahun 2023 adalah 74.4 % baik dan 25.6 % cukup.
g. Umpan balik
Tujuan, standar dan umpan balik merupakan suatu hal yang saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuaan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja (Wibowo, 2016). Hasil umpan balik dari survey budaya keselamatan pasien yang dilakukan adalah baik 88% dan cukup 12%.
h. Respon Tidak Menyalahkan
Perawat dan pasien diperlakukan adil ketika terjadi insiden. Terjadinya insiden tidak hanya berfokus dalam mencari kesalahan individu akan tetapi lebih pada bagaimana mempelajari secara sistem hal yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangkan didalam menumbuhkembangkan budaya keselamatan pasien. Perawat atau petugas lainnya akan menuliskan laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan hukuman atas kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu membuat pelaporan yang dapat menjadi pelajaran dalam keselamatan pasien (Nurmalia, 2012 dalam Rosyada, 2014). Hasil dari respon tidak menyalahkan adalah 4.3% baik dan 98.7% cukup.
i. Staffing
Staffing didefinisikan sebagai proses menegaskan pekerja yang ahli untuk mengisi struktur organisasi melalui seleksi dan pengembangan personel. Dengan adanya staffing diharapkan terpenuhinya jumlah dan keterampilan yang dimiliki perawat sesuai dengan kebutuhan yang ada di tiap unit yang membutuhkan. Jumlah perawat di rumah sakit memengaruhi kualitas pelayanan yang diterima pasien di rumah sakit. Karena staf yang memadai merupakan suatu hal yang mendasar untuk perawatan yang berkualitas. Hasil dari staffing pada survey budaya keselamatan pasien adalah 39.3 % baik dan 60.7% cukup.
j. Dukungan Manajemen
Dalam membangun budaya keselamatan pasien dirumah sakit terdapat dua model kepemimpinan yang dianggap efektif yaitu kepemimpinan transaksional dan kepeminpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional dapat digunakan untuk mendorong staf melakukan pelaporan kejadian insiden keselamatan pasien sedangkan kepemimpinan transformasional digunakan untuk proses belajar dari kejadian dan merancang kembali suatu program untuk mendukung keselamatan pasien (Yahya, 2006 dalam Rosyada, 2014).
Menurut Kohn (2000) dalam Hamdani (2007) dalam Rosyada (2014) IOM merekomendasikan bahwa prinsip pertama dalam mendesain sistem keselamatan didalam organisasi adalah kepemimpinan. Keselamatan pasien yang termasuk didalamnya dijadikan sebagai prioritas dan secara bersama-sama bertanggungjawab menjadikan segala sumber daya yang ada untuk mengendalikan error dan merancang kembali sistem yang ada. Hasil dari dukungan manajemen adalah 91.5 % baik dan 8.5% cukup.
k. Handoff & Transition
Menurut Kumar (2003) dalam Handayani (2007) dalam Rosyada (2014), transisi merupakan proses perpindahan pasien dari satu tempat ketempat lainnya. Perpindahan pasien tersebut dapat berupa perpindahan dari UGD ke bangsal rawat inap atau antar unit lainnya sehingga dapat berpotensi menimbulkan berbagai risiko seperti risiko jatuh, salah menyampaikan informasi yang mengakibatkan insiden keselamatan pasien. Risiko insiden keselamatan pasien ini juga dapat terjadi pada tindakan perawat saat serah terima atau hand over. Hasil handoff transition pada survey budaya keselamatan pasien adalah 99.1% baik dan 9% cukup. Dalam hal ini handoff transition pasien sangat perlu dijaga agar kesinambungan pelayanan serta risiko jatuh pasien atau IKP dapat dicegah.
Selain dengan melakukan survey budaya keselamatan yang menggunakan quesioner AHRQ, budaya keselamatan pasien di RSU Dharma Yadnya juga diimplementasikan dengan membuat link untuk pelaporan pelanggaran etik,clinical error dan prilaku yang tidak diinginkan. Pada triwulan III tahun 2023 tidak ditemukan adanya pelaporan terkait etik, clinical error dan perilaku yang tidak diinginkan.